Selasa, 08 Maret 2011

Clausewitz

Clausewitz adalah pemikir dari Prusia yang sangat terkenal sebagai ahli teori strategi. Meskipun sudah meninggal lebih dari seabad yang lau, karyanya masih sering disadur sebagai referensi termasuk dalam perang modern saat ini. Nama lengkapnya adalah Carl Phillip Gottfried (Gottlieb) von Clausewitz , hidup antara tahun 1780-1831. Dia berasal dari latar belakang kelas menengah, meskipun keluarganya mengaku dari lingkungan bangsawan dan secara resmi memang diakui. Dia mengabdi sebagai tentara lapangan dengan pengalaman tempur melawan tentara revolusioner Perancis, sebagai perwira staf dengan tanggung jawab politik dan militer di Prusia, dan juga sebagai instruktur militer yang sangat menonjol.

Clausewitz mulai masuk militer di usia 13 tahun, menanjak pangkatnya menjadi Mayor Jenderal diusia 38, menikah dengan putri bangsawan dan masuk ke dalam lingkaran intelektual elit di Berlin. Pada saat itu, ia menulis menulis buku yang menjadi sangat berpengaruh dalam lingkaran militer berjudul ON WAR, yang merupakan terjemahan dari bahasa Jerman Vom Kriege. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, selain Inggris, diantaranya Perancis, Jepang, Spanyol, Portugis. Bahkan ada versi baru yang dikhususkan untuk para pebisnis dan sudah diterjemahkan dalam bahasa Jerman, Korea, Jepang, Polandia, Portugis dan Rusia. Clausewitz memang manusia menarik. Bahkan hubungan dengan istrinya Countess Marie von Bruhl, menarik perhatian penulis biografi, bukan karena peran militernya, tapi karena pasangan ini sama-sama cerdas. Dia juga berperan penting dalam kebangkitan tentara Prusia yang hampir dihancurkan tentara Perancis pada tahun 1806/1807, serta sebagai Kepala Staf saat perang menentukan di Wavre melawan Napoleon Bonaparte yang membuka jalan bagi kemenangan akhir di Waterloo.

Dalam bukunya, Clausewitz mencoba mendefinisikan perang. Ia mengatakan bahwa perang janganlah dilihat sebagai hal yang rumit, bahwa perang sebenarnya adalah sebuah duel antara beberapa pihak dalam skala yang ekstensif. Oleh karenanya, perang ditujukan untuk membuat lawan mengikuti kehendak kita. Clausewitz melihat bahwa perang adalah penggunaan kekerasan untuk mebuat lawan mengikuti kehendak kita, dan dengan demikian kekerasan hanyalah sebuah cara untuk memperoleh kepentingan dan melucuti senjata musuh agar ia tidak bisa lagi melawan adalah tujuan dari sebuah perang.
Clausewitz mengingatkan bahwa dalam peperangan, seseorang bisa saja mengasumsikan bahwa mereka akan, dalam istilah Sun Tzu, menang tanpa pertumpaahn darah. Akan tetapi, ini bertentangan dengan kondisi alamiah dari perang itu sendiri. Tanpa mempertimbangkan kekerasan dan pertumpahan darah dalam menyusun strategi perang, maka pihak yang melakukannya telah menciptakan kekalahannya sendiri karena justru melupakan elemen paling penting dalam peperangan.
Clausewitz menekankan adanya beberapa aksi resiprokal yang dianggapnya selalu ada dalam perang. Yang pertama, bahwa perang adalah tindakan kekerasan dalam batas tertingginya dimana salah satu pihak memaksakan kehendaknya pada pihak yang kalah. Yang kedua adalah bahwa tujuan perang adalah mengalahkan dan melucuti lawan dari senjatanya, karena kalau lawan tidak dikalahkan secara total, maka ia akan bisa mengalahkan kita dikemudian hari, dan akhirnya ia akan memaksakan kehendaknya pada kita. Yang ketiga, untuk mengalahkan musuh, maka kita harus meningkatkan kekuatan kita melebihi batas kemampuan bertahan musuh. Namun, tentunya musuh kita juga berpikiran sama, dan oleh karenanya akan terjadi perlombaan peningkatan kemampuan.

Ada beberapa poin yang juga diungkapkan oleh Clausewitz. Salah satu hal penting yang diungkapkannya adalah bahwa perang bukanlah kejadian yang terisolasi dari kejadian lain. Ini akan amat erat kaitannya nanti dengan pendapatnya bahwa perang adalah kelanjutan dari kebijakan suatu pihak. Pendapatnya yang lain adalah bahwa perang tidak bisa diakhiri hanya dengan satu pukulan instan. Yang dimaksud disini adalah bahwa kita tidak bisa mengalahkan musuh dengan hanya sekali serang. Oleh karenanya, penggunaan strategi nantinya akan jadi amat penting. Poin penting lain adalah bahwa hasil dalam peperangan tidaklah absolut, dalam arti bahwa kekalahan maupun kemenangan bisa jadi hanyalah kejadian sementara.
Salah satu pernyataan yang kemudian menjadi amat legendaris dari Clausewitz adalah bahwa keinginan-keinginan politiklah yang menjadi penggerak peperangan. Clausewitz lantas menyimpulkan bahwa semakin besar keinginan-keinginan politik ini maka semakin besar pula intensitas perang yang terjadi, dan begitu puila sebaliknya. Ketika ”political will” ini melemah, maka intensitas peperangan juga berkurang. Akan tetapi, dalam beberapa kasus, dimana keinginan politik sudah amat besar, ternyata perang masih belum terjadi. Clausewitz tidak melihat hal ini seperti apa yang dilihat Sun Tzu sebagai strategi untuk menang tanpa bertarung. Clausewitz justru melihat bahwa jeda maupun gencatan senjata dalam peperangan hanyalah aksi dari pihak-pihak yang terlibat dalam perang untuk menunggu saat yang tepat dan momen yang tepat pula untuk menyerang.

Strategi, oleh Clausewitz, diartikan sebagai "the employment of the battle as the means towards the attainment of the object of the War". Ini berarti strategi adalah penggunaan pertempuran sebagai cara memperolah tujuan-tujuan perang. Dari sini bisa diartikan bahwa dalam pandangan Clausewitz, strategi diartikan sebagai penyusunan caar-cara bertempur agar kita dapat memperoleh tujuan-tujuan kita. Clausewitz menilai bahwa dalam tataran praktis, strategi sebenarnya amat simpel dan tidak banyak memperhitungkan kekuatan-kekuatan moral.
Akan tetapi, mengingat pendapat awal Clausewitz adalah bahwa strategi amat erat kaitannya dengan politik dan perang, yang merupakan tujuan pembnentukan strategi, adalah kelanjutan dari kebijakan-kebijakan politik, maka strategi selalu dipengaruhi oleh unsur-unsur moral. Ia mencontohkan bahwa dalam pembuatan strategi, yang lebih diperlukan adalah unsur-unsur moral seperti keinginan yang kuat. Berbeda dengan taktik yang jauh lebih praktis karena dihadapkan langsung dengan lawan, dalam strategi yang terkait dengan gambaran-gambaran besar maka seorang Jenderal atau Panglima tidak ahrus punya kemampuan teknis yang kuat melainkan daya berpikir dan kekuatan keinginan yang kuat. Karena kalau ia tidak memiliki keduanya, maka ia akan terombang-ambing dan tidak bisa memutuskan strategi amna yang akan digunakan.

Ada empat elemen strategi menurut Clausewitz. Yang pertama adalah elemen-elemen yang berkaitan dengan moral. Yang kedua adalah kekuatan militer dan proporsi kekuatan ketiga angkatan bersenjata serta kekuatan organisasinya. Yang ketiga adalah kegiatan operasional yang akan dilakukan serta gerakan ataupun manuver-manuver yang biasa dilakukan. Sedangkan yang terkahir adalah kondisi geografis dari wilayah-wilayah tempat berperang.
Clausewitz juga menilai bahwa penghancuran total bukanlah cara yang tepat untuk memenangkan peperangan. Ia menocntohkan dalam kasus perang 1814, bagaimana pengambilalihan wilayah musuh adalah salah satu cara efektif. Jikalau saat itu salah satu pihak menghancurkan koita musuh dengan amat destruktif, maka hilang pula nilai kota tersebut bagi musuh dan bagi kita. Dalam pandangan penulis, yang dimaksud Clausewitz disini adalah buat musuh menyerah dengan caar menyerangnya dari sisi yang amat ditakutinya. Ketika musuh terlalu bergantung pada sesuatu, maka serang ia pada titik itu, dan ia akan kehilangan pegangan serta menyerah.

Ada 3 kekuatan moral yang dipandang Clausewitz amat penting dalam penyusunan strategi dan peperangan. Yang pertama adalah kemampuan dari komandan perang. Namun, Clausewitz menekankan bahwa kemampuan ini adalah bakat dan tidak dimiliki oleh semua orang. Oleh karenanya, ia tidak begitu dalam membahas masalah ini. Yang lebih penting menurutnya adalah 2 kekuatan lainnya yaitu nilai-nilai militer dari pasukan dan perasaan nasionalisme dari seluruh elemen. Beberapa elemen dasar dari nilai-nilai militer pasukan adalah keberanian, kemampuan teknis dari pasukan, kemampuan untuk bertahan dalam segala situasi, dan antusiasme dalam berperang. Namun, Clausewitz menggarisbawahi bahwa dari semua nilai-nilai yang ada, ada satu hal yang amat penting yaitu kebanggaan akan angkatan bersenjata tempat mereka berada.
Salah satu kekuatan moral yang penting lainnya adalah ”boldness”. Bila diartikan dalam bahasa Indonesia, ”boldness” berarti rasa tak kenal takut dan sedikit memberontak. Dalam hal strategi perang, Clausewitz amat menekankan pada hal ini, walaupun ia mengingatkan bahwa rasa ”nekat” ini tidak boleh sampai pada aksi menentang perintah atau ketidaktaatan. Seperti yang diungkapkan Clausewitz, dalam perang tidak ada yang lebih penting daripada loyalitas dan ketaatan. Oleh karenanya, ia menempatkan ”boldness” ini pada level tinggi dan hanya bisa digunakan perwira-perwira tinggi.

Erwin Rommel

Generalfeldmarschall Erwin Rommel (15 November 1891 – 14 October 1944) juga seorang ahli taktik dalam pertempuran terutama perang gurun. Namun Rommel yang juga memiliki julukan "Rubah Gurun" (Desert Fox) ini jauh lebih dikenal meskipun lingkup kepemimpinannya lebih kecil daripada Manstein. Puncak kesuksesan Rommel adalah ketika dia memegang kepemimpinan divisional yaitu Deutsches Afrikakorps dan mengalahkan Inggris di Libya, berbeda dengan Manstein yang memimpin Army Group. Hal ini yang membuat Manstein bisa dikatakan lebih senior juga lebih mumpuni daripada Rommel, namun lepas dari itu keduanya merupakan ahli strategi perang dari Jerman yang paling disegani pada masanya.

Rommel sangat dikenal sebagai seorang yang sangat sopan humanis, bahkan sekutu sekalipun menghormati Jendral yang satu ini. Ketika Jendral Jerman yang lain tidak mempedulikan apakah tawanan perang perlu dibunuh atau tidak. Rommel sangat memperhatikan nasib tawanannya, bahkan untuk mengorek keterangan dari mereka Rommel tidak pernah percaya metode siksa itu efektif, justru ia sendiri sebagai komandan tertinggi mendatangi sendiri tawanannya, mengundangnya makan dan ia mengajaknya mengobrol santai mengenai hobinya, dengan kesabaran yang tinggi dan baru setelah berkali-kali bertemu dan ada kedekatan personal Rommel mulai "menginterogasi" tanpa si tawanan tahu bahwa dirinya sedang diinterogasi. Setelah keterangan didapat Rommel akan membebaskan sang tawanan dan diminta kembali ke kesatuannya. Pada akhir Perang Dunia (PD) 2 seluruh anggota Divisi Afrikakorps tidak dituduh sebagai penjahat perang, karena perlakuan baiknya pada tawanan perang, Rommel juga mengabaikan perintah untuk membunuh tawanan Yahudi.

Bahkan ketika Rommel didekati oleh Jendral Ludwig van Beck dan Dr.Carl Goerdener untuk bergabung dalam kelompok "July Plot" dan merencanakan pembunuhan Hitler dan Rommel menolak bukan karena ia pendukung Hitler, tapi ia menolak karena ia tidak setuju bila Hitler dibunuh karena justru menjadikannya seorang martir, ia menyarankan Hitler ditangkap dan diadili.Meskipun akhirnya tidak tergabung dalam kelompok ini, ketika usaha pembunuhan Hitler itu gagal Rommel ikut ditangkap karena dianggap mendukung pemberontakan tersebut dan ia diminta memilih ditangkap bersama keluarganya kemudian dituduh menghianati negara atau bunuh diri dengan meminum racun dan keluarganya tidak akan diganggu. Rommel memilih yang kedua. Ia meninggal pada Oktober 1944 dan saat itu secara resmi diberitakan meninggal karena kanker otak.

Erwin Johannes Eugen Rommel lahir di Heidenheim, Jerman pada 15 November 1891. Ia seorang anak kepala sekolah yang karena gagal masuk sekolah teknik lalu bergabung dengan angkatan bersenjata (AB) Jerman. Sebagai seorang letnan di Front Barat (western front) pada PD 1 Rommel mendapatkan tanda jasa keberanian "Iron Cross" bulan Januari 1915. Setelah PD 1 usai, Rommel mengajar di Sekolah Infantri Dresden dan kemudian pada 1937 menerbitkan buku "Infanterie greift" (Infantry Attacks) dan "Panzer greift" (Tank Attacks) terbit pada tahun 1938.Pada operasi "Fall Gelb" (Case Yellow) untuk menyerang Prancis pada 1940 Rommel mengkomandani 7th Panzer Division yang merupakan bagian dari "XV Korps" yang dikomandani oleh Generaloberst Hermann Hoth. divisi ini juga dijuluki "Divisi Hantu" (Ghost division) karena serangannya yang sangat cepat, tak terduga, dan mengandalkan kecepatan ini untuk meruntuhkan moral musuh. Divisi ini yang merangsek tentara ekspedisi Inggris (British Expeditionary Forces / BEF) ke utara hingga terdesak hingga ke selat Inggris di Dunkirk dan menusuk ke pedalaman Prancis hingga ke perbatasan Spanyol tanpa terkalahkan meskipun sebenarnya tank-tank "Panzerkampfewagen/Pzkfw IV" (Panzer/Pz IV) Jerman lebih lemah dan kalibernya lebih kecil daripada Tank Matilda milik Inggris dan Prancis kala itu yang sangat kuat, namun lamban. Selain kecepatan, taktik Rommel untuk menghancurkan divisi tank Inggris dan Prancis adalah dengan menggunakan meriam "88mm guns" yang sejatinya adalah meriam anti serangan udara namun efektif digunakan untuk menghancurkan tank.
Pada awal 1941 Rommel dikirim ke Afrika dan mengkomandani "Deutsches Afrikakorps" dalam "Operation Sonnenblume" untuk membantu tentara Italia yang baru saja dikalahkan pasukan Inggris yang dikomandani Mayor Jendral Richard O'Connor. Rommel diperintahkan untuk mengambil posisi bertahan (defensive) di Agedabia dan Benghazi. Namun Rommel lagi-lagi menyarankan bahwa kecepatan adalah yang utama. Rommel memilih untuk menyerang dan menguasai seluruh semenanjung Cyrenea di Libya untuk meruntuhkan moral pasukan Inggris. Langkah berani dan nekat ini yang membuat Rommel dikenal sebagai ahli taktik "blitzkrieg" (serangan kilat), meski dengan pasukan yang pas-pasan karena suplai logistik yang terbatas disebabkan dominasi kekuatan laut Inggris di selat gibraltar dan laut tengah banyak menenggelamkan kapal-kapal Jerman.

Rommel mulai menyerang Agedabia bulan Maret 1941 dan membuat pasukan Inggris mundur ke Benghazi. Serangan kilat ini membuat Komandan Tertinggi pasukan Inggris Timur Tengah, Jendral Archibald Percival Wavell kurang "pede" dan memerintahkan pasukan mundur dari Benghazi karena mengira pasukan Jerman sangat kuat. Rommel sendiri selalu memimpin pasukan di garis depan di setiap pertempuran dan ini menumbuhkan kepercayaan diri pasukannya dan melemahkan moral musuhnya. Namun Rommel tidak menyadari kelemahan utama pasukan Jerman, yaitu suplai logistik yang seret ditambah garis depan yang semakin jauh dari markas utama (headquarter/HQ) karena pasukan terus maju dan Rommel tidak pernah ke HQ karena terus ikut bertempur, kelemahan ini sudah disampaikan oleh beberapa stafnya yaitu Generalmajor Johannes Streich, komandan 5th Light Division dan komandan pasukan Italia, Jendral Italo Garibaldi. Namun Rommel menanggapinya dengan enteng "Kita tidak bisa membiarkan kesempatan emas ini hilang hanya karena masalah sepele!"

Sementara itu melihat pasukan Inggris semakin terdesak Rommel terus merangsek, merebut berbagai kota hingga ke Gazala. Pasukan Inggris bertahan di Tobruk (Siege of Tobruk), di kota ini Inggris memiliki keunggulan karena disini terdapat pelabuhan besar dan suplai logistik berdatangan memperkuat pasukan Inggris di bawah komando Letnan Jendral Philip Neame dan stafnya Mayor Jendral Richard O'Connor. Pasukan Rommel tertahan disini dan mengira bahwa pasukan Inggris yang terdesak mulai dievakuasi lewat pelabuhan, seperti di Dunkirk. Namun yang terjadi justru sebaliknya kapal-kapal Inggris bukannya menyelamatkan tapi menambah jumlah pasukan dan tank untuk memberikan bantuan. Kondisi ini membuat Tobruk semakin kuat dan Jendral Heinrich Kirchheim, staf Rommel, mulai menyadari hal ini dan mengkritik Rommel yang terlalu "pede" untuk terus menyerang.

Pasukan Jerman yang mengepung Tobruk kemudian diserang balik dalam "Operation Crusader" oleh pasukan Inggris yang dipimpin oleh Jendral Claude Auchinleck yang menggantikan Jendral Archibald Wavell. Saat itu Rommel mengepung dengan kekuatan 260 tank dan dibantu pasukan Italia dengan 154 tank tanpa dukungan pesawat tempur, sedangkan Inggris yang dikepung berkekuatan 770 tank dan 1000 pesawat tempur didalamnya termasuk "XXX corps", "XIII corps", dan British 8th Army.Rommel tahu benar kekuatan pasukannya kalah jumlah, namun ia punya taktik jitu yaitu dengan membuat "mock-up tank" atau tank palsu di markasnya dengan kayu untuk mengelabui pesawat pengintai Inggris, sehingga Inggris mengira kekuatan pasukan Rommel hingga 2 atau 3 kali lebih banyak daripada yang sebenarnya.Auchinlek yang tidak menyadari kekuatan pasukan Jerman yang kecil tidak berani menyerang secara frontal dan justru memerintahkan "XXX corps" menyerang pasukan Italia yang berada di kota Bardia dengan susah payah untuk memancing Rommel melepaskan kepungannya, namun Rommel tidak terpancing dan justru pasukan Inggris yang kemudian terkepung di Bir el Gobi. 15th Panzer Division Afrikakorps dan Ariete Italian Division kemudian menghancurkan "XXX corps" dan melemahkan superioritas pasukan Inggris.

Pertempuran terakhir itu semakin melemahkan Afrikakorps meski tidak disadari Inggris, Rommel hanya memiliki 100 tank dan terus dibombardir oleh RAF (Royal Air Forces/ AU Inggris) dan memutuskan untuk mundur ke Gazala kemudian mengambil posisi bertahan di El Agheila pada Desember 1941. Pada bulan April 1942 Afrikakorps memperoleh bantuan suplai logistik dan tank baru membuat Rommel merencanakan kembali menyerang Inggris dengan kekuatan 320 tank Jerman dan 240 tank Italia dalam "Battle of Gazala". Sementara Inggris berkekuatan 900 tank, 200 diantaranya "Grant Heavy Tank" yang baru saja datang. Serangan kilat Rommel ini lagi-lagi membuat pasukan Inggris semakin turun moralnya dan pada tanggal 15 Juni 1942 33,000 pasukan Inggris menyerah di Tobruk. Rommel kemudian dipromosikan menjadi GeneralFeldmarschall atas kemenangan ini.

Sun Tzu

Sun Tzu mengatakan bahwa dalam hasil setiap peperangan selalu ditentukan oleh lima faktor konstan, yaitu :
a. Hukum moral (loyalitas atau komitmen) para prajurit yang siap mati.
b.Langit yang menunjukkan keadaan alam yang tidak bisa diubah, seperti siang-malam, panas- dingin.
c. Bumi yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan, keadaan medan pertempuran yang dihadapi, kemungkinan hasil peperangan.
d. Pimpinan sebagai simbol karakter dan sifat dari teladan yang baik.
e. Metode dan Disiplin yang perlu dipahami dalam menyususun strategi perang dan konsekuensi dari pelaksanaan strategi tersebut.
Pihak yang paling menguasai faktor perang di atas, akan berhasil memenangkan pertempuran dengan mudah.

1. Menang Tanpa Bertempur

Sun Tzu mengatakan, “Dalam perang, strategi terbaik adalah merebut suatu negara secara utuh. Memperoleh 100 kemenangan dalam 100 pertempuran bukanlah suatu keahlian. Namun menaklukan musuh tanpa bertempur, itu baru keahlian.”

2. Hindari Kekuatan Lawan dan Serang Kelemahannya

Sun Tzu mengarahkan kita fokus pada kelemahan kompetitor, yang bakal memaksimalkan profit karena dapat meminimalkan sumber daya yang digunakan. “Pasukan itu ibarat air. Agar bisa mengalir, dia harus menghindari tempat tinggi dan mencari tempat rendah. Makanya, hindarilah kekuatan dan seranglah kelemahan lawan,” demikianlah petuah Sun Tzu.

3. Gunakan Pengetahuan dan Tipuan

Inilah petuah Sun Tzu yang sangat terkenal: “Kenalilah musuhmu dan kenalilah dirimu, niscaya Anda akan berjaya dalam ratusan pertempuran.” Agar bisa tahu dan mengeksploitasi kelemahan pesaing, butuh pemahaman mendalam tentang strategi, kapabilitas, pemikiran, dan hasrat para pemimpinnya.

“Suatu perhitungan akan membuahkan hasil kemenangan bila kita mempunyai informasi yang tepat waktu, relevan, dan akurat,”

4. Kecepatan dan Persiapan

Sun Tzu menyatakan bahwa kita harus mampu bertindak dengan kecepatan tinggi. “Bersandar apa adanya tanpa persiapan merupakan kejahatan terbesar, persiapan terhadap kemungkinan yang muncul adalah kebijakan terbesar”. Bergerak dengan cepat bukan berarti mengerjakan secara tergesa-gesa.

Sun Tzu juga mengatakan “bahwa pasukan yang datang terlebih dahulu akan memproleh kemenagan yang lebih besar dibanding dengan pasukan yang datang tergesa-gesa”,

5. Membentuk Lawan

“Mereka yang ahli adalah mereka yang menggiring lawan menuju medan pertempuran dan bukan sebaliknya,” kata Sun Tzu.

Menurut Sun Tzu, membangun jaringan aliansi yang kuat merupakan cara untuk membendung gerakan aktraktif lawan.

6. Pemimpin Berkarakter

“Bila pemimpin memperlakukan orang dengan kebajikan, keadilan, dan kebenaran, serta mengangkat rasa percaya diri mereka; semua pasukannya akan satu pikiran dan senang melayani.”

Sun Tzu menggambarkan beberapa ciri dari seorang leader yang baik. Seorang pemimpin harus bijak, tulus, ramah, berani, dan tegas. Pemimpin juga mesti selalu memberikan contoh pada bawahannya.

“Dalam perang sekarang, terdapat seratus perubahan pada setiap langkahnya. Bila seseorang yakin ia mampu, ia maju; bila ia menganggapnya sulit, ia bakal tertinggal”.

Sun Tzu sangat memperhatikan kedisiplinan dan kepemimpinan, ia menyatakan “jika kata-kata perintah yang diberikan tidak jelas dan perintah tidak dipahami sepenuhnya, maka yang salah adalah panglimanya, namun jika perintah yang diberikan sudah jelas tapi para perajurit tidak mematuhinya maka yang salah adalah pemimpin” dari pernyataan tersebut jelas bahwa Sun Tzu sangat mengutamakan kebijakan pemimpin dan kedisipilinan bagi seluruh bawahannya untuk menaati akan tetapi di sisi yang lain Sun Tzu menyatakan bahwa “petarung yang handal akan mempertimbangkan pengaruh energi gabungan, dan tidak terlalu banyak meminta dari pasukannya”.dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa Sun Tzu memperhatikan komunikasi dua arah antara pemimpin dengan bawahannya.

Heinrich Himmller

Kedudukannya sebagai Reichsführer-SS, Komandan dari organisasi SS (Schutzstaffel) yg pada awalnya dibentuk sebagai pengawal keamanan Hitler dan berkembang menjadi besar sehingga mempunyai sayap militer sendiri (Waffen-SS), juga membawahi badan rahasia yg terkenal kejam Gestapo (Geheime Staatspolizei) dan badan keamanan dan intelejen SD (Sicherheitsdienst), menjadikannya sebagai salah satu orang yg paling disegani dan ditakuti di Reich ketiga.

Heinrich Luitpold Himmler ikut dalam Perang Dunia I walaupun tidak pernah terlibat didalam pertempuran. Setelah itu dia melanjutkan kuliah di bidang pertanian dan sempat menjadi peternak ayam , sekaligus aktif dalam organisasi paramiliter Freikorps yg terdiri dari mantan-mantan tentara Jerman pada PD I yg kecewa dan menolak keputusan pimpinan-pimpinan Jerman untuk menyerah dan tunduk pada perjanjian Versailles.

Pada tahun 1923 ia bergabung dgn NSDAP (Partai NAZI) dan ikut serta sebagai pembawa bendera didalam salah satu momen penting dalam sejarah NAZI yaitu "Munich Beer-Hall putsch" yg bertujuan menggulingkan pemerintahan (namun gagal). Disini dia bertemu Ernst Röhm, kepala organisasi paramiliter yg mempunyai tugas mengamankan rapat-rapat partai NAZI dan melawan musuh-musuh dari partai-partai lain yaitu SturmAbteilung (SA) atau terkenal juga dengan sebutan "the brown shirts" karena seragam mereka yg berwarna coklat.

Tahun 1925 Himmler bergabung dengan Schutzstaffel (SS) yg merupakan unit khusus SA yg khusus menjaga keamanan Hitler dan tokoh-tokoh NAZI. Kemudian ia menjadi pengikut setia Hitler dan mengganggap bahwa Hitler adalah "messiah" yg akan membawa kebesaran Jerman, sehingga semua perintahnya harus diikuti dan dilaksanakan secara total. (semua anggota SS tidak mengikrarkan janji setianya kepada negara atau partai namun hanya kepada sang Führer Adolf Hitler).

Tahun 1929 ia diangkat menjadi kepala SS yang pada saat itu berkekuatan hanya sekitar 300 orang.

Sebagai seorang organizer yg handal, pada tahun 1933 saat partai NAZI menang dan berkuasa di Jerman, himmler telah mengembangkan SS menjadi beranggotakan 50.000 orang dan mengganti seragam mereka menjadi hitam-hitam (yang ternyata dirancang oleh disainer Hugo Boss!) menyerupai seragam Fasis Italia.

Pada 1934, Himmler bersama tokoh-tokoh penting NAZI Hermann Göring, Joseph Goebbels dan Reinhard Heydrich (kepala Sicherheitsdienst -SD-), melaksanakan apa yang disebut dengan "Night of the Long Knives" yaitu pelenyapan beberapa tokoh SA terutama ketuanya Ernst Röhm yang ingin membuat tentara sendiri dan dirasakan sudah "mengancam" partai NAZI dan Hitler. Sejak saat itu SS menjadi organisasi yg independen dan lepas dari bayang-bayang SA. Sedangkan SA sendiri tidak dibubarkan dan ketuanya digantikan oleh Viktor Lutze.

Sampai tahun 1936, Himmler telah menjadi Reichsführer-SS, kepala Gestapo, dan mendapat titel kepala kepolisian Jerman dengan mengkonsolidasi semua kekuatan kepolisian di seluruh Reich ketiga, serta memperfeksioniskan metode-metode untuk menteror lawan-lawan politik atau yang lainnya yang membahayakan Reich ketiga.

Himmler sangat percaya pada teori ras arya sebagai "master race" dan tertarik dgn segala bentuk kepercayaan-kepercayaan kuno, mitologi, astrologi, paranormal, mistik-mistik, dan sejarah leluhur Jerman. Ia membentuk Ahnenerbe, suatu institusi yg khusus mempelajari kebudayaan-kebudayaan leluhur. Institusi ini melakukan banyak ekspedisi (antara lain ke Tibet, Timur Tengah dan Afrika) untuk mencari bukti-bukti leluhur ras arya, dan salah satu hasil studinya adalah simbol-simbol kuno yg dipakai oleh pasukan-pasukan Waffen-SS. Ekspedisi-ekspedisi semacam inilah yg menjadi dasar cerita-cerita ekspedisi NAZI dalam mencari "Holy Grail" atau "Spear of Destiny" (seperti film Indiana Jones) walaupun kemungkinan juga bahwa ekspedisi-ekspedisi semacam itu memang telah dilakukan. Dia juga merestorasi sebuah kastil tua (Wewelsburg) dengan dipenuhi simbol-simbol SS untuk dijadikan basis dan tempat bagi ritual-ritual SS.

Himmler juga menciptakan Lebensborn, suatu badan yg mengatur program relokasi dan "pembiakan" anak-anak yg terjamin "kemurnian" rasnya, dengan tujuan dalam ribuan tahun kedepan Reich ketiga hanya akan diisi oleh manusia-manusia super dari "ras unggul".

Himmler lah yg mendoktrinasi setiap anggota SS untuk menjadi fanatik terhadap ideologi NAZI serta sangat setia dan loyal terhadap pimpinan, dan mengharuskan prajurit-prajurit SS menjadi "kuat" dan siap menjalankan tugas walaupun harus membunuh ribuan orang. Ide-ide "ras arya" dijadikan justifikasi untuk melakukan pembantaian kaum minoritas secara sistematis.

Untuk tujuan tersebut ia membangun kamp-kamp konsentrasi yg dijaga oleh anggota-anggota dari SS-Totenkopfverbände (SS-TV), dan Einsatzgruppen yg bertugas mengikuti Angkatan Darat (Wehrmacht) selama PD II berlangsung ke daerah2 pendudukan dan membunuh orang-orang Yahudi, Komunis, Gypsi dsb...

Tokoh NAZI dgn penampilan "culun" yg lebih mirip guru sekolah ini ternyata tidak kuat melihat pembantaian yg dilakukan di Front Timur. Ia lalu memerintahkan agar pembantaian dilakukan dgn cara yg lebih "manusiawi" yaitu dgn gas beracun di dalam ruangan yg dibuat seolah-olah tempat untuk mandi lengkap dgn shower-showernya (selain tentu saja agar pembantaian dapat dilakukan lebih cepat, sistematis dan tidak memakan biaya besar)

20 Januari 1942 dilakukan konferensi di Wannsee untuk membahas apa yg disebut "Final Solution of the Jewish Question". Hasil konferensi ini adalah pemusnahan secara massal dan sistematis seluruh populasi Yahudi di Eropa dgn dibangunnya kamp-kamp pemusnah (diantaranya yg paling terkenal adalah di Auschwitz-Birkenau) dan dimulailah tahap dari Holocaust yg paling dahsyat. (Himmler men-supervisi semua ini).

Tentu saja cerita mengenai holocaust ini masih menjadi bahan perdebatan akan kebenarannya, meskipun sejarah dan fakta-fakta yang bermunculan kemudian telah banyak membuka mata banyak orang bahwa kebanyakan darinya hanyalah mitos belaka yang dihembus-hembuskan oleh intrik Yahudi demi meraih simpati dunia.

Tahun 1943-1945 Himmler sudah diangkat menjadi "Reich minister of the interior" yg membuatnya mempunyai kontrol atas pengadilan dan badan-badan publik, "Reich Commissioner of German Nationhood", komandan dari tentara cadangan yang memudahkannya mengembangkan sayap militer SS (Waffen-SS) sehingga menyaingi Wehrmacht, menjadi kepala badan intelejen tunggal SD setelah Abwehr (badan intelejen Angkatan Bersenjata) dibubarkan karena terlibat dalam plot untuk membunuh Hitler, sempat menjadi komandan pasukan bersenjata Jerman di wilayah Pomerania, dan pada akhir-akhir perang menjabat komandan Volkssturm dan pasukan gerilya Werwolf.

Namun di akhir-akhir Perang Dunia II, Himmler kehilangan harapan atas kemenangan Jerman dan berupaya untuk melakukan perundingan damai dgn pihak sekutu. Hal ini membuatnya dicap sebagai penghianat besar oleh Hitler dan dicopot dari semua gelar dan kedudukannya. Himmler menawarkan penyerahan total Jerman kepada Eisenhower selama dia dpt dibebaskan dari hukuman sebagai tokoh NAZI. Eisenhower menolak berunding dgn orang yg dianggapnya sebagai penjahat perang besar.

Setelah kegagalannya berunding dgn pihak sekutu, Himmler berusaha menghindar dari tangkapan dengan cara menyamar sebagai anggota militer biasa. Dia ditangkap di Bremen oleh unit dari pasukan Inggris dan tak lama kemudian diketahui identitasnya. Himmler dijadwalkan untuk diadili pada pengadilan di Nürnberg yg terkenal itu. Namun ternyata Himmler lebih dulu bunuh diri dengan menelan kapsul sianida yg diselipkan di giginya sebelum sempat diinterogasi.

Seperti pada topik-topik lain di seputar Third Reich, banyak terdapat teori-teori dan rumor-rumor yg mengisahkan cerita lain dibalik apa yang telah menjadi pemahaman umum selama ini. Ada yang hanya sekedar mitos, ada juga yang terbukti benar, namun ada juga yg tetap menjadi perdebatan banyak orang hingga saat ini.

Begitu jg dengan kematian Himmler, ada teori yg mengatakan bahwa Himmler dibunuh oleh agen-agen Inggris agar dia tidak "bercerita" kepada pihak Amerika mengenai perundingan damai yg dibicarakan dgn pihak Inggris (hal ini dianggap memalukan karena Amerika tdk bersedia berdamai dgn Pihak NAZI). Beberapa waktu yg lalu ditemukan dokumen-dokumen yang membenarkan adanya perintah tersebut dari pimpinan Inggris. Namun kemudian ternyata dokumen-dokumen tersebut dinyatakan palsu dan sengaja disisipkan di arsip nasional Inggris selama bertahun-tahun!

Sehingga menimbulkan pertanyaan : untuk apa dokumen palsu tersebut dibuat dan ditaruh disana? Sampai sekarang pun masih diperdebatkan sebab-sebab kematian Himmler yg sesungguhnya (diluar teori konspirasi bahwa yg mati bukanlah Himmler yg asli, karena Himmler yang asli telah terbang ke Argentina dibantu organisasi sisa-sisa SS yg dibentuk untuk menolong pelarian2 NAZI yaitu ODESSA!).

Julius Caesar

Selama masa pemerintahannya, Julius Caesar melakukan segala yang mungkin untuk secara sistematis memperluas wilayah kekaisaran. Untuk mencapai hal ini ia berjuang numberous pertempuran dengan banyak suku yang tinggal tidak hanya di dekat perbatasan selatan Roma. Ekspansi juga dianggap timur dan utara medan. Di antara suku-suku, yang mengalahkan Caesar, adalah suku celtic Galia.

Tahun pertama Ceasar di Galia (58-56 SM)
The Gaul dihuni oleh suku celtic telah menjadi medan, yang Roma mencoba membuat tergantung pada Kekaisaran. Jauh lebih mudah karena hubungan politik antara suku-suku, karena bangsa Celtic, meskipun persatuan etnis dan budaya, gagal untuk membentuk satu, negara bersatu. Sebagian besar penduduk, yang bekerja sebagai petani, itu tergantung pada suku 'aristokrasi, yang berperang melawan satu sama lain. Akibatnya, dua pusat suku penting diciptakan. Yang pertama dari mereka adalah berkumpul di sekitar Sequani dan yang kedua aroung yang Aeduans, yang rekan Roma. Situasi di Galia menjadi lebih rumit, ketika suku-suku baru muncul - celtic Helvetii dan Suevi jerman. Terbaru membantu Sequani dalam perkelahian melawan Aeduans dan menetap di sekitar Rhine, di daerah Alsace. Bantuan Ceasar diminta oleh Aeduans dan dia menggunakannya sebagai alasan untuk campur tangan dalam masalah Galia itu dan di bawah penutup mempertahankan suku celtic dari Jerman 'serangan menaklukkan Gaul. Caesar, diperkuat oleh pasukan Celtic, pertama mengalahkan Helvetii dan memaksa mereka untuk menarik diri dari Gaul. Kemudian ia menyerang Suevi dan membuat mereka meninggalkan somwhere Gaul dan menetap jauh dari sungai Rhine. Diperkuat oleh legiun baru setiap saat, Caesar memutuskan untuk menaklukkan medan hari ini Belgia. Kemudian ia menyerang dan menaklukkan hari ini Brittany Aquitaine. Meskipun penaklukan Galia belum selesai, informasi yang datang ke Roma dari Galia Ceasar pencapaian yang berlebihan, yang telah menjarah banyak selama kampanye ini.

Finishing dari penaklukan Galia oleh Caesar (55-52 SM)
Ketika Roma telah menderita kerugian sebuah prestise mengucapkan pada perbatasan Timur, Kaisar Romawi terus membaik memerintah di Gaul. Untuk mencegah serangan Jerman lain ia menyeberangi Rhein dan dihancurkan suku Jerman, roh yang mendiami daerah itu. Kemudian ia berangkat ke Britania, untuk mencegah Celtic dari membantu sesama-suku mereka di Benua Eropa. Sementara itu, kekuasaan Romawi dan hasilnya seperti berbagai peperangan dan kontribusi dan wajib layanan nasional dan uhappiness menyebabkan gangguan di Gaul. Roma musuh-musuh menjadi sangat populer pada waktu itu. Caesar berhasil melawan pemberontakan di 54 dan 53 SM bawah, tetapi informasi, bahwa posisi Ceasar menjadi lemah sepanjang waktu telah dikerahkan Celtic untuk memulai perkelahian. Ketika Caesar tidak hadir pemberontakan telah menyebar di seluruh Gaul dan Vercingetorix, yang Arverni chieftan, menjadi pemimpinnya. Dia berhasil naik di atas gagasan kecil dan menyatukan semua suku-suku bangsa Celtic dalam penyebab umum. Caesar kembali ke Galia, diperkuat oleh pasukan baru, namun dikalahkan dalam pertempuran pertama dan harus melarikan diri ke selatan, ke arah perbatasan Romawi. Tampaknya, bahwa kali ini Roma akan kembali hom dengan apa-apa dan kekalahan ini akan menyelesaikan Ceasar karier. Namun Roma Vercingetorix diserang oleh tentara dan memenangkan pertempuran ini. Ia berhasil menghancurkan pasukan kavaleri chieftan dengan Jerman dan dikelilingi tentara bayaran dia dalam salah satu kubu. The Galia mencoba untuk membebaskan pemimpin mereka berkali-kali, tetapi Caesar sudah dibentengi dan melawan semua mereka kembali dan ketika orang-orang di benteng mulai mati kelaparan Vercingetorix menyerah pada 52 SM. Dengan kemenangan ini dan mengambil tawanan Vercingetorix pemberontakan itu selesai dan Caesar bisa mulai mengatur negara yang baru ditaklukkan. Now its tentara dan uang berada di pembuangan. Dan Caesar pasti membutuhkan mereka, beacause di Roma situasi menjadi tidak menguntungkan karena Pompei persetujuan dengan senat.

Praetorians

Praetorianism berasal dari bahasa latin Praetoriani yang berarti ’penjaga’ dan terma ini muncul sekitar tahun 275 SM pada masa Kekaisaran Roma . Pada saat itu, ’Praetorian Guard’ adalah angkatan bersenjata khusus yang tugasnya menjaga keselamatan para panglima Roma, tetapi kemudian berubah fungsi menjadi pengawal pribadi Kaisar. Pada masa kekaisaran Augustus, terdapat sembilan kelompok penjaga praetorian yang terdiri dari 1000 tentara di tiap kelompok, dan tugas mereka adalah berpatroli di sepanjang istana serta bangunan-bangunan utama di kota. Mereka mendapat bayaran yang lebih besar dari prajurit biasa, dan memiliki kapabilitas militer yang lebih baik pula. Para penjaga ini sering mendapat hadiah uang yang disebut ’Donativum’ dari para kaisar.

Sampai saat Augustus berkuasa, total penjaga praetorian ada sekitar 9000 orang yang direkrut dari legium-legium angkatan bersenjata biasa dari daerah Etruria, Umbria, Latium (tiga provinsi ini ada di Italia tengah), Macedonia, Hispania Baetica, Hispania Tarraconensis, Lusitania, dan Illyricum. Pasca kematian kaisar Augustus, penjaga praetorian menjadi agresif dan menandai masa keterlibatan politik angkatan bersenjata ini dalam sejarah kekaisaran Roma. Sejak saat itu, istilah ’praetorian’ sering diasosiasikan dengan intrik, konspirasi, pertumpahan darah, dan pembunuh bayaran. Nama-nama kaisar roma seperti Culigula, Galba, Pertinax, Aurelian, Probus dan banyak lagi lainnya adalah penguasa yang dibunuh oleh penjaga Praetorian. Penjaga-penjaga itu dibayar oleh lawan politik kaisar yang berambisi untuk berkuasa. Sejak saat itu, para praetorian hanya akan mengikuti agenda atau orang yang dirasa sesuai dengan keinginan mereka. Hal ini berlangsung terus hingga masa pemerintahan Constantine yang membubarkan praktik praetorianisme.

Dalam dunia modern, frase ’penjaga praetorian’ digunakan untuk menggambarkan kelompok eksklusif yang secara pribadi melayani penguasa di suatu negara, terutama biasanya diktator seperti misalnya Imperial Guard milik Napoleon I, atau tentara SS milik Adolf Hitler. Sedangkan praetorianisme digunakan untuk menjelaskan praktik kediktatoran militer atau keterlibatan militer dalam politik suatu negara. Samuel Huntington dalam bukunya Military and State menjelaskan bahwa praetorianisme bisa diartikan sebagai politisasi militer atau militerisasi politik. Politisasi militer bisa diidentifikasi apabila tentara menjalankan tugas-tugas non-kemiliteran seperti misalnya membuat kebijakan baik domestik maupun luar negeri, terlibat secara aktif dalam pergantian jabatan pemerintahan atau memegang jabatan politis dalam pemerintahan. Sedangkan militerisasi politik adalah penggunaan koersif angkatan bersenjata dari aktor-aktor politik dalam suatu negara, “The officer corps is shot through with factionalism. Lawmakers and administrators fall into disarray. Politicians seek power not by rallying popular support but by cultivating party connections. The populace at length withdraws into a sudden apathy, an utter cynicism towards the political process.”

Salahuddin

Salahudin lahir disebuah kastil di Takreet tepi sungai Tigris (daerah Irak) tahun 1137 Masehi atau 532 Hijriyah. Bernama asli Salah al-Din Yusuf bin Ayub. Ayahnya Najm ad-Din masih keturunan suku Kurdi dan menjadi pengelola kastil itu. Setelah kelahiran Salahudin keluarga Najm-ad-Din bertolak ke Mosul, akibat ada konflik didalam kastil. Di Mosul , keluarga Najm bertemu dan membantu Zangi, seorang penguasa arab yang mencoba menyatukan daerah-daerah muslim yang terpecah menjadi beberapa kerajaan seperti Suriah, Antiokhia, Aleppo, Tripoli, Horns, Yarussalem, Damaskus.

Zangi berhasil menguasai Suriah selanjutnya Zangi bersiap untuk menghadapi serbuan tentara Salib dari Eropa yang telah mulai memasuki Palestina. Zangi bersama saudaranya; Nuruddin menjadi mentor bagi Salahudin kecil yang mulai tumbuh berkembang dalam lingkungan keluarga ksatria. Dari kecil sudah mulai terlihat karakter kuat Salahudin yang rendah hati, santu serta penuh belas kasih. Zangi meninggal digantikan Nuruddin. Paman Salahudin, Shirkuh kemudian ditunjuk untuk menaklukan Mesir yang saat itu sedang dikuasai dinasti Fatimiyah. Setelah penyerangan kelima kali, tahun 1189 Mesir dapat dikuasai. Shirkuh kemudian meninggal. Selanjutnya Salahudin diangkat oleh Nuruddin menjadi pengganti Shirkuh.

Salahudin yang masih muda dan dinggap “hijau” ternyata mampu melakukan mobilisasi dan reorganisasi pasukan dan perekonomian di Mesir, terutama untuk menghadapi kemungkinan serbuan balatentara Salib. Berkali-kali serangan pasukan Salib ke Mesir dapat Salahudin patahkan. Akan tetapi keberhasilan Salahudin dalam memimpin mesir mengakibatkan Nuruddin merasa khawatir tersaingi. Akibatnya hubungan mereka memburuk. Tahun 1175 Nuruddin mengirimkan pasukan untuk menaklukan Mesir. Tetapi Nuruddin meninggal saat armadanya sedang dalam perjalanan. Akhirnya penyerangan dibatalkan. Tampuk kekuasaan diserahkan kepada putranya yang masih sangat muda. Salahudin berangkat ke Damaskus untuk mengucapkan bela sungkawa. Kedatangannya banyak disambut dan dielu-elukan. Salahudin yang santun berniat untuk menyerahkan kekuasaan kepada raja yang baru dan masih belia ini. Pada tahun itu juga raja muda ini sakit dan meninggal. Posisinya digantikan oleh Salahudin yang diangkat menjadi pemimpin kekhalifahan Suriah dan Mesir.

Salahudin dan Perang Salib

Saat Salahudin berkuasa, perang salib sedang berjalan dalam fase kedua dengan dikuasainya Yerussalem oleh pasukan Salib. Namun pasukan Salib tidak mampu menaklukan Damaskus dan Kairo. Saat itu terjadi gencatan senjata antara Salahudin dengan Raja Yerussalem dari pasukan Salib, Guy de Lusignan.

Perang salib yang disebut-sebut sebagai fase ketiga dipicu oleh penyerangan pasukan Salib terhadap rombongan peziarah muslim dari Damaskus. Penyerangan ini dipimpin oleh Reginald de Chattilon penguasa kastil di Kerak yang merupakan bagian dari Kerajaan Yerussalem. Seluruh rombongan kafilah ini dibantai termasuk saudara perempuan Salahudin. Insiden ini menghancurkan kesepakatan gencatan senjata antara Damaskus dan Yerussalem. Maret 1187 setelah bulan suci Ramadhan, Salahudin menyerukan Jihad Qittal. Pasukan muslimin bergerak menaklukan benteng-benteng pasukan Salib. Puncak kegemilangan Salahudin terjadi di Perang Hattin.

Perang Hattin terjadi di bulan Juli yang kering. Pasukan muslim dengan jumlah 25000 orang mengepung tentara salib didaerah Hattin yang menyerupai tanduk. Pasukan muslim terdiri atas 12000 orang pasukan berkuda (kavaleri) sisanya adalah pasukan jalan kaki (infanteri). Kavaleri pasukan muslim menunggangi kuda yaman yang gesit dengan pakaian dari katun ringan (kazaghand) untuk meminimalisir panas terik di padang pasir. Mereka terorganisir dengan baik, berkomunikasi dengan bahasa arab. Pasukan dibagi menjadi beberapa skuadron kecil dengan menggunakan taktik hit and run.

Pasukan salib terdiri atas tiga bagian. Bagian depan pasukan adalah pasukan Hospitaler, bagian tengah adalah batalyon kerajaan yang dipimpin Guy de Lusignan yang juga membawa Salib besar sebagai lambang kerajaan. Bagian belakang adalah pasukan ordo Knight Templar yang dipimpin Balian dari Ibelin. Bahasa yang mereka gunakan bercampur antara bahasa Inggris, Perancis dan beberapa bahasa Eropa lainnya. Seperti umumnya tentara Eropa mereka menggunakan baju zirah dari besi yang berat, yang sebetulnya tidak cocok digunakan di perang padang pasir.

Salahudin memanfaatkan celah-celah ini. Malam harinya pasukan muslimin membakar rumput kering disekeliling pasukan Salib yang sudah sangat kepanasan dan kehausan. Besok paginya Salahudin membagikan anak panah tambahan pada pasukan kavalerinya untuk membabat habis kuda tunggangan musuh. Tanpa kuda dan payah kepanasan, pasukan salib menjadi jauh berkurang kekuatannya. Saat peperangan berlangsung dengan kondisi suhu yang panas hampir semua pasukan salib tewas. Raja Yerussalem Guy de Lusignan berhasil ditawan sedangkan Reginald de Chattilon yang pernah membantai khalifah kaum muslimin langsung dipancung. Kepada Raja Guy, Salahudin memperlakukannya dengan baik seperti seorang teman dekat.

Menuju Yerussalem

Dari Hattin, Salahudin bergerak menuju kota-kota Acre, Beirut dan Sidon untuk dibebaskan. Selanjutnya Salahudin bergerak menuju Yerussalem. Dalam pembebasan kota-kota ataupun benteng Salahudin selalu mengutamakan jalur diplomasi dan penyerahan daripada langsung melakukan penyerbuan militer. Pasukan Salahudin mengepung Kota Yerussalem. Empat hari kemudian Salahudin menerima penawaran menyerah. Yerussalem diserahkan ketangan kaum muslimin. Salahuddin menjamin kebebasan dan keamanan kaum Kristen dan Yahudi. Tanggal 27 Rajab 583 Hijriyah atau bertepatan dengan Isra Mi’raj Rasulullah SAW, Salahudin memasuki kota Yerussalem.

Di Yerussalem, Salahudin kembali menampilkan kebijakan dan sikap yang adil sebagai pemimpin yang shalih. Mesjid Al-Aqsa dan Mesjid Umar bin Khattab dibersihkan tetapi untuk Gereja Makam Suci tetap dibuka serta umat Kristiani diberikan kebebasan untuk beribadah didalamnya. Salahudin berkata :” Muslim yang baik harus memuliakan tempat ibadah agama lain”. Sangat kontras dengan yang dilakukan para pasukan Salib di awal penaklukan kota Yerussalem (awal perang salib), sejarah mencatat kota Yerussalem digenangi darah dan mayat dari penduduk muslimin yang dibantai. Sikap Salahudin yang pemaaf dan murah hati disertai ketegasan adalah contoh kebaikan bagi seluruh alam yang diperintahkan ajaran Islam.

Salahudin Al-Ayubi tidak tinggal di istana megah. Ia justru tinggal di mesjid kecil bernama Al-Khanagah di Dolorossa. Ruangan yang dimilikinya luasnya hanya bisa menampung kurang dari 6 orang.Walaupun sebagai raja besar dan pemenang perang, Salahudin sangat menjunjung tinggi kesederhanaan dan menjauhi kemewahan serta korupsi.

Salahudin berhasil mempertahankan Yerussalem dari serangan musuh besarnya Richard The Lion Heart, Raja Inggris. Richard menyerang dan mengepung Yerussalem Desember 1191 dan Juli 1192. Namun penyerangan-penyerangannya dapat digagalkan oleh Salahudin. Kepada musuhnya pun Salahudin berlaku penuh murah hati. Saat Richard sakit dan terluka, Salahudin menghentikan pertempuran serta mengirimkan hadiah serta tim pengobatan kepada Richard. Richard pun kembali ke Inggris tanpa berhasil mengalahkan Salahudin.

Sepanjang sejarah Yerussalem sebagai kota suci bagi tiga agama, sejak ditaklukan Salahudin, Yerussalem belum pernah jatuh ketangan pihak lain. Baru setelah Perang Dunia I, Yerussalem jatuh ketangan Inggris yang kemudian diserahkan ke tangan Israel.

Semasa hidupnya Salahudin lebih banyak tinggal di barak militer bersama para prajuritnya dibandingkan hidup dalam lingkungan istana. Salahudin wafat 4 Maret 1193 di Damaskus karena demam, tepat setelah kepergian King Richard. Para pengurus jenazah sempat terkaget-kaget karena ternyata Salahudin tidak memiliki harta. Ia hanya memiliki selembar kain kafan yang selalu di bawanya dalam setiap perjalanan dan uang senilai 66 dirham nasirian (mata uang Suriah waktu itu).

Napoleon Bonaparte

"Jangan pernah mengganggu musuh anda ketika dia sedang membuat kesalahan" - Napoleon

Revolusi Perancis dan Perang Napoleon Strategi yang diikuti merevolusi strategi militer.Dampak dari periode ini masih dirasakan dalam Perang Saudara Amerika dan fase awal Perang Dunia I. Dengan munculnya senjata kecil murah dan bangkitnya warga negara disusun prajurit, tentara tumbuh pesat dalam ukuran untuk menjadi formasi berkumpul. Hal ini mengharuskan membagi tentara ke dalam divisi pertama dan kemudian ke korps.
Seiring dengan divisi divisi artileri datang; ringan, mobile dan dengan jangkauan dan daya tembak yang besar. Formasi yang kaku dan pikemen berkumpul tembak tembakan penembak memberi jalan untuk infanteri ringan pertempuran di garis pertempuran.

“When you set out to take Vienna, take Vienna” - Napoleon "Ketika Anda menetapkan untuk mengambil Wina, merebut Wina" - Napoleon

Napoleon mengambil keuntungan dari perkembangan ini untuk mengejar secara brutal efektif "strategi penghancuran" yang tidak terlalu peduli pada kesempurnaan matematika geometris dari strategi. Napoleon selalu berusaha untuk mencapai keputusan dalam pertempuran, dengan tujuan tunggal benar-benar menghancurkan lawannya, biasanya mencapai keberhasilan melalui manuver yang superior.
Sebagai penguasa dan umumnya ia berurusan dengan strategi besar serta strategi operasional, dengan menggunakan langkah-langkah politik dan ekonomi.
Meskipun tidak pencetus metode yang digunakan, Strategi Perang Napoleon dikombinasikan sangat efektif dan pertempuran manuver tahap menjadi satu peristiwa.
Sebelum ini, Jenderal Officer telah mempertimbangkan pendekatan peristiwa pertempuran terpisah. Namun, Perang Napoleon Strategi yang digunakan untuk pertempuran manuver untuk mendikte bagaimana dan di mana pertempuran akan berlangsung. The Battle of Austerlitz was a perfect example of this manoeuvre. Pertempuran Austerlitz adalah contoh sempurna manuver ini. Napoleon mundur dari posisi yang kuat untuk menarik lawan ke depan dan mencobai-Nya ke dalam sebuah serangan mengapit, melemah pusat nya.


“Separate to live, unite to fight” - Napoleon "Pisahkan untuk hidup, bersatu untuk melawan" - Napoleon

Hal ini memungkinkan tentara Perancis untuk membagi tentara sekutu dan memperoleh kemenangan.
Napoleon menggunakan dua strategi utama untuk pendekatan pertempuran. Nya "manuver De bokong" dimaksudkan untuk menempatkan Angkatan Darat Perancis di garis musuh komunikasi.
Hal ini memaksa lawan untuk baik berbaris untuk pertempuran dengan Napoleon atau berusaha untuk menemukan jalan keluar di sekitar tentara. Dengan menempatkan pasukannya ke belakang, lawan-lawannya 'persediaan dan komunikasi akan dipotong. Ini memiliki efek negatif pada semangat musuh. Setelah bergabung, pertempuran akan menjadi salah satu di mana lawannya tidak mampu kekalahan.

“In war the moral is to the physical is as three to one”- Napoleon "Dalam perang moral adalah adalah fisik tiga untuk satu" - Napoleon

Hal ini juga memungkinkan Napoleon untuk memilih beberapa berbaris rute ke situs pertempuran. Awalnya, kurangnya kekuatan konsentrasi membantu dengan mencari makanan dan berusaha untuk membingungkan musuh sebagai nyata ke lokasi dan niat. Strategi ini, bersama dengan penggunaan pawai terpaksa menciptakan bonus moral yang dimainkan dalam mendukung berat.
Yang "tidak langsung" pendekatan ke medan pertempuran Napoleon juga diperbolehkan untuk mengganggu formasi linear digunakan oleh tentara sekutu. Ketika pertempuran berlangsung musuh berkomitmen cadangan mereka untuk menstabilkan situasi, strategi Perang Napoleon akan tiba-tiba melepaskan mengapit formasi untuk menyerang musuh.
Lawan-lawannya, karena tiba-tiba dihadapkan dengan ancaman baru dan dengan sedikit cadangan, tidak punya pilihan lain kecuali untuk melemahkan daerah yang paling dekat dengan mengapit pembentukan dan menyusun garis pertempuran di sudut kanan dalam upaya untuk menghentikan ancaman baru ini.
Setelah ini terjadi, Napoleon akan massa-nya pada engsel cadangan itu sudut siku-siku dan melancarkan serangan hebat untuk mematahkan garis. Perpecahan di garis musuh Napoleon kavaleri diperbolehkan untuk sayap kedua saluran dan menggulung mereka meninggalkan lawannya tidak punya pilihan selain menyerah atau melarikan diri.
"Musuh Letakkan di tempat di mana mereka tidak punya tempat untuk pergi, dan mereka akan mati sebelum berlalu.Jika mereka mati kemudian, apa yang bisa mereka tidak lakukan? Prajurit mengerahkan kekuatan penuh mereka. Ketika prajurit berada dalam bahaya besar, maka mereka tidak takut.
Strategi kedua yang digunakan oleh Napoleon I dari Perancis ketika dihadapkan dengan dua atau lebih musuh tentara adalah penggunaan posisi sentral. Hal ini memungkinkan Napoleon untuk mengemudikan baji untuk memisahkan pasukan musuh.
Dia kemudian akan menggunakan sebagian dari gaya untuk menutupi satu tentara sementara porsi yang lebih besar kewalahan dan mengalahkan tentara kedua dengan cepat.Dia kemudian akan berbaris di pasukan kedua meninggalkan sebagian untuk mengejar tentara pertama dan ulangi operasi.
Ini dirancang untuk mencapai konsentrasi tertinggi manusia ke dalam pertempuran utama sementara membatasi kemampuan musuh untuk memperkuat pertempuran kritis. Posisi sentral punya kelemahan dalam kekuatan penuh mengejar musuh tidak dapat dicapai karena tentara kedua butuh perhatian. Jadi secara keseluruhan metode yang disukai serangan adalah sisi berbaris untuk menyeberangi musuh 'logistik.

Napoleon menggunakan strategi posisi sentral selama Pertempuran Waterloo Seratus Hari. Napoleon bertopeng Arthur Wellesley, 1st Duke of Wellington dan berkumpul melawan tentara Prusia, dan kemudian setelah pertempuran Ligny dimenangkan, Napoleon berusaha untuk melakukan hal yang sama Sekutu / tentara Inggris terletak tepat di selatan Waterloo.
Bawahannya tidak mampu menutupi mengalahkan tentara Prusia, yang memperkuat pertempuran di Waterloo waktu untuk mengalahkan Napoleon dan mengakhiri dominasi Eropa.
Dapat dikatakan bahwa tentara Prusia di bawah Gebhard Leberecht von Blücher menggunakan "manuver de bokong" melawan Napoleon yang tiba-tiba ditempatkan dalam posisi yang bereaksi terhadap ancaman musuh baru.
Napoleon berulang kali memimpin pasukan kecil untuk mengalahkan yang lebih besar, inspirasi yang benar-benar bidang studi baru ke dalam strategi militer.

MacArthur

Perang Dunia II memberi kita banyak pelajaran berharga, salah satunya adalah Leapfrog Strategy atau Strategi Lompat Katak yang diperkenalkan oleh Jend. (Purn) Douglas MacArthur yang kala itu bertugas mengawal pangkalan Amerika di Pasifik. Pasifik merupakan kawasan yang unik karena hampir 90% merupakan lautan luas, dengan pulau-pulau kecil dan sedang di dalamnya. Hal ini tentu berbeda dengan kondisi di wilayah kontinen dimana pergerakan pasukan dapat dengan mudah dilakukan melalui jalan darat atau udara. Lautan luas, apalagi belum ada GPS waktu itu, tentu menyulitkan pergerakan pasukan karena membutuhkan energi yang luar biasa untuk merengkuhnya satu demi satu. Cerita detail dapat disimak disini, namun ada beberapa pelajaran menarik yang dapat diambil dari strategi tersebut.

Pertama, ketika desakan Jepang semakin kuat dan mendekati pangkalannya di Filipina, beliau segera memindahkan pasukannya ke Australia. Lebih baik mundur selangkah daripada bertahan sia-sia mengingat kekuatan Amerika lumpuh setelah Pearl Harbour sukses dihajar Jepang. Dengan ucapannya yang terkenal ‘I Shall Return’, MacArthur mulai menyusun strategi untuk kembali meraih Filipina, bahkan hingga menaklukkan Jepang bila perlu. Pelajaran yang dapat diambil adalah, berhijrahlah ketika kondisi terdesak, mundur selangkah untuk menyusun strategi maju lima langkah. Tak perlu malu untuk mundur karena memang kekuatan tidak memadai.

Kedua, ketika kekuatan mulai pulih kembali, rencana besar mulai disusun. Langkah pertama adalah menaklukkan pulau-pulau karang atau atol yang dikuasai Jepang di Pasifik. Mengapa bukan pulau besar sekalian? Karena kondisi alam berupa lautan memerlukan kekuatan besar untuk merebut sebuah pulau besar. terbukti kemudian pertempuran di Midway dan Kwajalein menjadi titik balik kemenangan Amerika di Pasifik. Pelajaran yang dapat diambil adalah, mulailah dari yang kecil, karena tidak memerlukan energi besar untuk melakukannya, namun tetap konsisten untuk meraihnya.

Ketiga, setelah menguasai pulau karang, langkah selanjutnya adalah menguasai kepulauan berukuran sedang seperti Kepulauan Solomon dan New Guinea, baru kemudian melangkah lebih jauh merengkuh Filipina. Semua berjalan secara terstruktur, dan langkah demi langkah, sabar dan konsisten. Itulah kunci kemenangan pasukan MacArthur di Pasifik atas Jepang. Dari sini kita bisa mengambil pelajaran bahwa bila waktunya tiba, kita akan menjadi besar, asal langkah kita terstruktur, sabar, dan konsisten, mau mengikuti langkah demi langkah, tidak melangkahi begitu saja. Suatu saat kita akan mengalami lompatan seperti katak bila memang sudah tiba waktunya.